Quantcast
Channel: Android Reviews – Tech in Asia Indonesia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 242

Review Dragon Quest I – Mesin Waktu Menuju Kebangkitan “Grinding” JRPG Di Era 80-an

$
0
0

Mengaku sebagai penggemar berat JRPG tapi sama sekali belum pernah mendengar nama Dragon Quest itu ibarat dosa besar yang membuat pelakunya layak untuk dikutuk menjadi seekor slime bermuka konyol yang menjadi maskot serial RPG legendaris buatan Yuji Horii ini (hehehe…just kidding, guys). Well, tapi jika ternyata guyonan saya terbukti benar, maka saya memberimu titah untuk mengikuti ulasan kali ini hingga selesai, dan memanfaatkan kehadiran versi mobile dari Dragon Quest pertama ini sebagai mesin waktumu untuk mengikuti sejarah franchise RPG klasik paling populer setelah Final Fantasy ini.

Seperti kabar yang berhembus di awal September kemarin, Square Enix akhirnya baru-baru ini merilis bagian pertama dari trilogi Dragon Quest (Eldrich trilogy) yang menjadikannya entry point paling menarik bagi kita untuk mengikuti sejarah perkembangan genre RPG, khususnya dari negeri Jepang (alias JRPG).

Dragon Quest Review | screenshot 2

Aspek random encounter battle dalam perspektif first-person menjadi suguhan utama di sini

Sebagai informasi, Dragon Quest merupakan game buatan Enix di tahun 1986 yang pertama kalinya memperkenalkan elemen grinding sebagai fondasi gameplay dalam permainan RPG, sekaligus memperkenalkan JRPG ke dalam peta industri game modern. Sehingga jangan heran, bila sebagian besar permainan yang kamu temui di Dragon Quest adalah melakukan kegiatan leveling secara bertahap, hingga akhirnya atribut hero kamu mencukupi untuk melanjutkan progres permainan.

Di Dragon Quest Ini Kamu Berperan sebagai seorang hero yang merupakan keturunan pahlawan legendaris bernama Erdrick atau Roto/Loto dalam Dragon Quest versi Jepang. Nah, Sebagai keturunan dari pahlawan di negeri Alefgard tadi, kamu sekarang diberikan mandat oleh raja Alefgard untuk menyelamatkan putri Gwaelin dari cengkraman Dragonlord yang jahat, sekaligus menghentikan teror yang ditimbulkannya di negeri Alefgard.

Sama seperti halnya tipikal JRPG klasik yang pernah kamu temui sebelumnya, sebagian besar permainanmu di Dragon Quest ini merupakan aktivitas “random encounter” battle yang mana menjadi suguhan paling mendasar di luar aspek adventure yang disajikan Square Enix. Di sini karakter hero kamu bertualang menyusuri luasnya penampilan overworld yang pada dasarnya bersifat linear, dan terbagi lagi dalam beberapa layer ”persyaratan level” yang membuatmu harus melakukan grinding, agar bisa melewati setiap daerah tersebut dan melanjutkan progres permainanmu dengan selamat. Untuk itu, Dragon Quest memberimu radial control untuk menggerakkan karaktermu secara luwes di layar portrait yang disediakan, sehingga kamu bisa bebas menjelajahi setiap sudut kota dan dungeon cukup dengan menggunakan satu tangan saja.

Dragon Quest | Review screenshot 3

Eksplorasi overworld yang lumayan cukup luas di sini terbantu berkat kontrol yang sangat simpel

Di setiap battle yang kamu temui di sini, kamu diberikan konteks pemilihan action yang rasanya sudah tidak asing lagi bagi kamu yang sudah terlalu sering bermain game JRPG baik itu di console, maupun mobile. Lewat opsi tersebut kamu diberikan pilihan untuk menyerang, mengeluarkan magic spell, menggunakan item dan terakhir melarikan diri dari pertempuran yang mana semuanya itu bisa kamu lakukan lewat sekali gerakan tap menggunakan jemari tangan.

Uniknya lagi, di sini kamu tidak diberikan karakter party lainnya selain hero yang kamu buat di awal permainan. Sehingga bak seorang jagoan yang memang ditakdirkan untuk menyelamatkan dunia seorang diri, di sini kamu menghadapi beragam monster yang “untungnya” juga tampil sendirian menghadapimu di setiap random encounter yang kamu temui di overworld map.

 Dragon Quest Review | screenshot 1

Detail goresan tangan Akira Toriyama (kreator Dragon Ball) di sini baru terasa saat kamu berhadapan dengan musuh saja

Meski suguhan opsi battle tadi terkesan generik dan tidak menyajikan hal yang baru, namun jangan salah, justru Dragon Quest-lah yang pada awalnya memperkenalkan konteks penentuan action yang terbilang sangat sederhana ini, agar terlihat jauh lebih simpel dibandingkan dengan CRPG (computer RPG) yang mekanisme dan kontrolnya jauh lebih kompleks di kala itu – seperti Ultima, Wizardry, Aklabeth dan lain sebagainya.

Walau ide untuk mengusung beberapa bagian game yang sifatnya orisinil merupakan hal yang menarik untuk dicoba dari sebuah game port-remake, namun kasus yang saya jumpai di Dragon Quest versi Android/iOS kali ini juga menyimpan beberapa permasalahan minor yang berdampak kepada keasyikanmu bermain. Salah satu kekurangan yang saya soroti di sini adalah sedikitnya jumlah inventory yang diberikan Dragon Quest untuk menampung item yang kamu perlukan di sepanjang permainan. Lewat kehadiran keterbatasan slot item yang disediakan, kamu yang doyan menimbun health item perlu berhati-hati dalam mengatur persediaan item kamu agar tidak mengganggu masuknya quest item berikutnya sehingga membuatmu terpaksa harus membuang sekian item yang telah kamu kumpulkan sebelumnya.

Dragon Quest Review | screenshot 4

Aksi penyelamatan yang seharusnya epic ini sayangnya berakhir dengan grammar dialog yang hhmmm..rumit

Selain itu hal yang paling menjengkelkan lainnya adalah death penalty berupa pemotongan setengah dari jumlah keseluruhan gold yang kamu kumpulkan apabila karaktermu mati di tengah permainan. Yep, jika kamu mati saat bertarung menghadapi musuh, maka karaktermu akan respawn di istana tempat kamu memulai permainan dengan kondisi gold yang sudah didiskon 50% (WTF!). Nah, untungnya Dragon Quest menyediakan dua variasi save game yang berfungsi untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan tadi, mulai dari keberadaan autosave di setiap lantai dungeon/kota, serta quicksave yang bisa kamu tentukan sendiri sewaktu-waktu. Sehingga jika karakter hero kamu mati, kamu bisa tinggal force close application dari Dragon Quest ini, dan reload selagi lagi permainanmu agar gold kamu yang krusial tadi tetap utuh di kantongmu.

Proses translasi bahasa Inggris bergaya Elizabethian English (thou, thy, hast, dan kawan-kawan) yang menghiasi sebagian besar teks dialog di sini juga menjadi kendala tersendiri bagi saya untuk bisa menikmati rangkaian story yang diberikan Dragon Quest. Seperti yang kamu tahu, penyajian grammar bahasa Inggris yang disajikan agar otentik dengan tema medieval yang disajikan memang kedengarannya menarik untuk diperhatikan. Namun faktanya justru berkata lain, keberadaan Elizabethian English tersebut justru menjadikan saya malas bereksplorasi dengan sajian dialog cerita yang diberikan dan justru berpegang teguh pada walkthrough yang tersebar di internet. Ahhh..seandainya saja ada fan translation yang bersedia untuk mengoreksi kekurangan yang satu ini di versi mobile.

Dragon Quest Review | screenshot 5

Perbandingan dari sekian versi Dragon Quest I yang pernah dirilis Enix (Square Enix)

Dinilai dari segi visual, grafis dari Dragon Quest kali ini tidaklah terlihat bagus dan juga tidak terlalu jelek bila dibandingkan dengan Dragon Quest VIII dan Dragon Quest IV yang juga hadir ke dalam versi mobile sebelumnya. Lewat penampilan visual sprite pixel bertekstur 16-bit yang diusung oleh Square Enix, grafis Dragon Quest justru terlihat “pecah” dan kurang optimal saat diamati dari sisi eksplorasi kota dan overworld map. Sebaliknya, dilihat dari penampilan grafis di saat battle, terus terang visual Dragon Quest versi mobile ini jauh lebih menarik bila dibandingkan Dragon Quest versi Famicom dan SNES, meski tidak banyak animasi yang bisa membuatmu berkata wah di sini.

Terlepas dari kekurangan yang saya sertakan tadi, Dragon Quest merupakan suguhan JRPG yang solid dengan harga yang cukup terjangkau untuk membuatmu sibuk melakukan grinding di sela-sela perjalananmu melakukan rutinitas sehari-hari. Walaupun dari sisi penampilan core gameplay dan juga story, Dragon Quest tidak bisa berbuat banyak untuk membuatmu melupakan umur dari game yang berusia 28 tahun ini. Setidaknya game mahakarya Yuji Horii yang satu ini bisa menjadi mesin waktu kamu untuk mengintip kebangkitan grinding ala JRPG di tahun 1986 silam.

Apple App Store Link: DRAGON QUEST I, Rp. 35000

Google Play Store Link: DRAGON QUEST I, Rp 34.157

Post Review Dragon Quest I – Mesin Waktu Menuju Kebangkitan “Grinding” JRPG Di Era 80-an muncul terlebih dahulu di Games in Asia Indonesia.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 242

Trending Articles